From Bantul to Seoul with Love
Part
1
Rindu
Aku selalu bertanya pada kehidupan ini, apakah tidak ada
sisa sedikitpun bagiku. Ruang untuk menyatakan padanya bahwa aku ternyata
menyukainya lebih dari ini. Mendung diluar masih bergelayut mesra, entahlah.
Mungkin hujan masih ingin menarik ulur apakah benar-benar kali ini bumi butuh
sapaan darinya. Bau tanah yang seharian kering terpanggang matahari. Aku selalu
membayangkan bahwa pasti akan beraroma khas jika hujan nanti malam turun. Seperti
bau limabelas tahun yang lalu, sejak gerimis pertama turun. Aku selalu
mendekati halaman depan rumah. Bertemu dan menyapa hujan yang akan menyampaikan
kesegaran pada tanah. Aromanya khas dan ingatanku tidak pernah pudar akan hal
itu. Sama seperti aroma sejak pertama aku melihat rona wajahmu tujuh tahun yang
lalu.
Aku kembali untuk pergi. Begitulah aku selalu berfikir
bagaimana nanti aku akan menjalani kehidupanku. Setengah tahun bukanlah waktu
yang singkat dan bukan pula menjadi waktu yang berjalan melambat. “Akh”, aku
bergumam bagaimanakah aku akan menjalani kisah ini di akhir jalan?. Aku
hanyalah segumpal debu yang dikumpulkan oleh angin dan berhenti di oase tengah
terik. Sejujurnya aku ketakutan, terhadap waktu yang akan selalu mengejarku. Waktu
yang akan selalu memisahkan kenangan yang baru saja aku goreskan dalam lembaran
kanvas jiwaku. Iya, aku rindu. Rindu yang tidak pernah kusadari bagaikan
menjadi candu. Candu yang mungkin akan lenyap apabila aku sudah menghirup aroma
wajahmu yang sendu.
Mengapa aku harus jatuh?, sejatuhnya hati yang tidak bisa
aku paksa untuk pergi dari hari ke hari. Ataukah aku hanya terbiasa bersamamu?.
Entahlah aku bahkan tak mampu menjawab kesunyian dalam bait hatiku yang sunyi.
Ruang yang sudah lama aku kunci rapat-rapat bahkan sampai celoteh jangkrik
malam tak mampu menembusnya. Kini telah terbuka tanpa perlawanan berarti. Aku
kalah tanpa menyadari bahwa kamu pemenangnya. Bagaimana bisa?. Apa aku tidak
akan pergi jika kamu tak beranjak dari sini?. Seperti energy dalam Fisika yang
tidak mampu diciptakan atau dimusnahkan. Lalu apa yang akan aku lakukan?.
Bicaralah bahkan untuk sejenak saja. Jika dunia ini tidak bisa mengikatku, maka
aku akan berlari pertama kali untukmu. Aku takut, aku takut, bagaimana jika aku
telah kecanduan untuk melihatmu?. Bagaimana jika aku tidak bisa hidup tanpa
melihatmu?.
Terlambat, bahkan untuk aku menyadari seberapa jauh aku
telah berlari. Matahari masih akan bersinar esok hari. Tapi aku sudah berada di
batas cakrawala yang akan menghempaskanku melesat ke tebing yang paling dalam.
Kenapa?aku selalu bertanya. Pada hati yang tak lagi bisa kukendalikan. Aku tidak
tahu seberapa lama lagi. Seberapa jauh lagi dan seberapa kuat lagi. Rindu itu
berbahaya, sejak aku mulai menjadi berbeda. Sejak aku mulai menjadikanmu candu.
Sejak aku mulai takut tak bisa lagi melihatmu. Dan sejak aku menyadari.” Akh”
aku telah berbeda terhadapmu. Aku tidak lagi seperti dulu, seperti ketika dulu
kita bisa tertawa tanpa kata. Melihat tanpa rasa dan berbagi tanpa dusta. Sejak
aku mulai tahu bahwa aku yang merindukanmu, bukanlah aku yang dulu. Aku pergi
dan tak lagi tahu apa yang bisa menahanku untuk tidak kembali pada kerinduanku
padamu. “Candu!”.
Dari Kim Hana Untuk Han
Gyu Won
Komentar
Posting Komentar