Hal ter-nekat, ter-inspirasi, ter-embuh yang pernah dilakukan Ananti Primadi
1. Pergi keluar
kota sendirian dari Jogja ke Sumedang Jawa Barat di usia 16 tahun.
Pengalaman
ternekat pertama kali jatuh pada usia 16 tahun. Waktu itu aku lolos Jambore
Nasional Karya Tunas Nusantara yang diselenggarakan di bumi perkemahan
Jatinangor Sumedang Jawa Barat. Awalnya ayah ragu-ragu untuk mengantarku kumpul
dengan sesama peserta dari Jogja, karena ternyata waktu itu aku datang pertama
kali dan bus rombongan juga belum muncul. Jambore ini gratis dan semua
akomodasi selama 3 hari dua malam di sana diakomodasi oleh kerjasama panitia
dan tentara. Aku tidak begitu ingat, hanya saja waktu itu lolos seleksi online
Jambore ini merupakan anugrah setelah kesedihanku tidak lolos pertukaran
pelajar di dalam negeri. Intinya aku sendiri ngotot tetap percaya bahwa Jambore
ini bukanlah modus kejahatan tetapi benar-benar kegiatan, padahal aku juga
belum tahu karena selama itu hanya berkomunikasi lewat email dan no hp dengan
panitia. Salah satu alasanku ngotot dan meyakinkan kedua orangtuaku untuk ikut
adalah karena mungkin aku ingin mengobati rasa kesedihan setelah tidak lolos
seleksi, apapun itu aku harus keluar dari Jogja untuk refresing.
Ternyata
aku adalah peserta termuda yang notabene lainnya kebanyakan adalah mahasiswa,
terutama untuk peserta kontingen dari Jogja. Tidak ada yang aku kenal, hanya
bermodal nekat dan berkenalan dengan peserta lain. Pengalaman ini sungguh
mengesankan karena disinilah untuk pertama kalinya aku menonton konser J-Rocks secara
live, bertemu dengan Aburizal Bakrie secara langsung lewat di depanku, melihat
Marcella dan Olivia Zalianty, serta Mike Mohede. Penutupan waktu itu juga
dihadiri oleh Presiden SBY yang memberikan sertifikat pada peserta yang
berhasil lolos 10 besar karya terbaik. Sayangnya
aku tidak membawa karya apapun karena tidak terlalu focus acara tetapi malah focus
jalan-jalan menenangkan pikiran. Waktu itu Jambore terselenggara tanggal 1-3
Juli 2010 jadi total 5 hari dengan perjalanan pulang pergi dari Jogja.
2. Sekolah di SMA N
7 Yogyakarta yang jarak dari rumah 28 km alias pp 56km.
Waktu itu
banyak yang memanggil aku Sanden, kayaknya dari 3 orang anak SMA 7 yang dari
Sanden akulah posisi paling selatan alias paling jauh. Jangan bermimpi pada
awal kelas 1 aku pake motor, aku harus menempuh perjalanan naik sepeda sekitar
4km baru kemudian sepeda kutitipkan dan naik bus hingga sampai disekolah. Perjuanganku untuk bisa sekolah di kota
Yogyakarta tidak pernah mudah, aku harus berangkat pagi-pagi bersepeda dan
masih harus naik bus. Tertidur di bus karena terlalu lama di perjalanan
bukanlah hal yang asing, keblandang
juga sering alias terlewat dari tempat seharusnya aku berhenti baik ketika
pulang maupun berangkat. Apalagi aku termasuk tipe anak yang aktif dan sering
mengikuti perlombaan di tingkat sma mulai dari debat baca puisi pidato mading
presenter dan juga ikut event event di sekolah, sering pulang malam adalah hal
yang biasa. Hal kurangajar yang selalu aku ingat adalah aku selalu minta
dijemput orangtua di Masjid Pojok Beteng Kulon karena tentu saja bus terakhir
ke selatan ada pada pukul lima sore. Tentu saja sehabis dijemput berarti sepeda
tetap ditinggal dan bermalam di tempat penitipan yang lokasinya sama dengan aku
menunggu naik bus, keesokan hari diantar baru kemudian pulangnya diambil
begitulah seterusnya.
Ada hal
menggelitik yang membuatku percaya dengan kekuatan doa semesta adalah ketika
dimasa-masa aku naik sepeda dan ada beberapa ibu-ibu yang mendoakan. Ibu
pertama adalah seorang yang menjemur gabah di pinggir jalan, beliau heran
karena masih ada jaman sekarang anak SMA mau naik sepeda, kasihan sekali mbok
minta beliin motor katanya. Kemudian ibu kedua juga berkata yang intinya kurang
lebih sama, mungkin mereka kasihan melihat mukaku yang udah kerepes akibat
menua di jalan sepanjang pp 56 km. Cerita kemudian berlanjut ketika dalam hati
aku mengamini doa-doa ibu-ibu tersebut, tidak berapa lama ibuku menang undian
BRI dan dapat hadiah sepeda motor yang akhirnya aku gunakan sampai detik 2017
ini. Sungguh maha Kaya Tuhan Allah dan doa semesta yang terkoneksi menjadi
satu. Barang siapa yang bersabar, bekerja keras, dan tidak lupa berdoa tentunya
Allah akan memberi lebih dari yang kita minta. Padahal jangankan minta
dibelikan motor, waktu itu mau sekolah di kota saja sudah merupakan perdebatan alot,
udah syukur boleh sekolah tentunya aku tidak pernah berani memikirkan apalagi
meminta macam-macam.
3.
3 Ke Jakarta bikin
visa sendirian naik bus PP 3 hari dua malam tanpa menginap di Jakarta (2015).
Hal
ternekat ketiga adalah jatuh pada momen membuat visa di Kedubes Korea. Waktu
itu aku tidak punya banyak waktu sehingga aku tidak punya pilihan lain selain
bikin visa pp tanpa menginap. Aku berangkat ke Jakarta naik bus pukul 14.00
siang dari Palbapang dan sampai di lebak bulus Jakarta pagi subuh. Kemudian mandi
dan siap-siap langsung pergi ke Kedubes Korea sudah dengan semua persyaratan.
Setelah selesai di Kedubes aku segara ke terminal pondok ungu dan mencari bus
untuk pulang ke Jogja, walaupun akhirnya harus pontang-panting karena syaratnya
masih kurang. Perjalanan berangkat aman karena aku berkenalan dengan keluarga
yang mau ke lebak bulus sehingga tidak banyak hambatan yang terjadi, hanya saja
memang harus memasang kewaspadaan tangkat dewa. Inilah yang akhirnya kemudian
mendasari aku ikut bela diri taekwondo walaupun sekarang terpaksa off dulu.
Insha Allah nanti kalau SK CPNS sudah turun dan sudah pasti dimana penempatan
maka latihan akan lanjut.
Banyak hal
konyol terjadi disini, bagaimana aku salah turun di gedung milik Dubes padahal
kalau pembuatan visa ada di gedung sampingnya. Belum lagi ketika masuk ke ruangan
dikanan kiriku banyak sekali orang-orang yang nampaknya sudah biasa sekali
pergi dan masuk keluar negeri. Belum lagi terkantuk-kantuk menunggu bus
berangkatdan diketawain. Tapi secara umum akhirnya aku bisa melewati hal ini
dengan selamat sampai kembali ke Jogja, walaupun bisa bayangkan sendiri seremuk
apa badan ini. Sebenarnya bukan cuma konyol tapi juga harus prihatin, ketika
bus transit dan yang lainnya makan, aku hanya mampu membeli segelas popmie
karena memang waktu itu info dana dari kampus belum turun sehingga aku
benar-benar sangat berhati-hati untuk mengeluarkan uang dalam rangka
keberangkatan ke Korea.
4. Pergi ke Korea
Selatan sendirian padahal belum pernah pergi keluar jawa dan belum pernah naik
pesawat sebelumnya (2015)
Point ini
masih ada kaitan dengan sebelumnya ketika membuat visa di Jakarta sendirian,
tetapi ini lebih yahud. Seumur 21 tahu waktu itu aku belum pernah naik pesawat
dan inilah momen pertama kali aku naik pesawat. Aku lolos pertukaran mahasiswa
untuk belajar di Universitas Nasional Chonbuk Korea Selatan selama satu
semester. Kedua temanku sudah berangkat duluan, aku paling terakhir karena
visaku masih ditahan sampai syarat rekening 100 juta dipenuhi. Aku sudah pernah
membahas bagaimana aku melengkapi syarat rekening 100 juta padahal aku sendiri
tidak pernah punya tabungan hahahaha. Kedua orangtuaku juga sama tidak mungkin
waktu itu ada 100 juta di rekening, tapi dengan simsalabim trik yang pernah aku
tulis di blog ini juga akhirnya visa berada ditangan dan saatnya naik pesawat.
Aku naik
dari bandara Soetta Cengkareng, tentusaja masih sama seperti sebelumnya, aku
mengandalkan bus untuk bisa ke Jakarta. Disinilah moment menyebalkan diganggu
kernet yang aku sudah ceritakan di post sebelumnya terjadi, untung saja cepat
berlalu. Akhirnya sampai juga di Soetta, benar-benar mengandalkan pertolongan
dari Tuhan. Ketika masuk di ruang tunggu aku berusaha mencari kenalan karena
benar-benar sendirian, setelah berkenalan dengan dosen-dosen unhas yang mau ke Malaysia
conference, aku berkenalan dengan mahasiswa yang ternyata dari FKG UGM namanya
Silva. Sungguh pertolongan Tuhan itu nyata adanya, Tuhan mengirimkan Silva
sebagai penolong yang sangat membantuku selama perjalanan naik pesawat ke Korea
Selatan. Silva memang sudah sering wara-wiri naik pesawat dan konferensi diluar
negeri sehingga sudah sangat enjoy.
Sampai di
Incheon adalah petualangan sebenarnya, alhamdulillah di Korea terdapat wifi
gratis dimana-mana jadi walaupun ketika tiba simcard tidak bisa digunakan (selain
simcard asli dari korea), kita tetap bisa connect dengan orang lain. Hal yang
paling membuatku betah di Korea Selatan dan rasanya tidak mau pulang adalah
koneksi internet Korea Selatan merupakan yang tercepat di dunia. Kemarin ketika
pengumuman Kemenkumham belum ada, rencananya mau daftar S2 di Korea Selatan.
Tetapi memang dari awal mau daftar di beasiswa dan kementrian dan nanti yang
mana dulu yang akan jadi jodoh, dan ternyata jodohnya di kementrian dulu. Soal
keinginan kuat balik ke Korea pasti masih membara, hanya saja mungkin jika
tidak memungkinkan sekolah, aku tetap bisa kesana berlibur dengan keluargaku
seperti yang aku impikan bisa membawa kedua orangtuaku melihat kampus chonbuk.
Ternyata
dunia luar tidak seseram yang dulu aku pikirkan, orang-orang Korea walaupun
tidak fasih berbahasa Inggris tetapi paham bagaimana menyampaikan informasi
padaku. Ketika aku nampak kebingungan harus berhenti di terminal mana karena di
Jeonju ada 2, seorang ibu muda berusaha memberitahuku agar jangan turun yang
sekarang karena masih ada satu pemberhentian lagi. Bapak sopir taksi juga
langsung paham harus mengantar aku kemana setelah aku menunjukkan pamphlet bergambar
dormitory kampus Chonbuk. Intinya adalah dimanapun kita berada pasrahkan pada
yang Maha Memiliki kita.
5. Bermalam alias
menggembel semalam di stasiun Seoul untuk menunggu penerbangan pagi dari
Incheon ke Jakarta.
Aku
mengambil penerbangan kembali ke tanah air pada tanggal 22 Desember 2015 sesuai
dengan jatah habis dormitory, tetapi ndilalah tanggal 21 Desember kampus mengadakan
MT di resort ski yang artinya akan ada ski gratis dari kampus untuk mahasiswa
internasional. Aku tidak ingin kecapekan, tetapi bukan Ananti kalau tidak
sangat-sangat penasaran dan begitu saja melewatkan kesempatan emas yang
sebelumnya tidak pernah aku dapatkan. Ski di salju adalah bagaikan durian
runtuh bagi makhluk tropis sepertiku, kapan lagi dapat kesempatan ski gratis?.
Aku nekat semua barang sudah kupacking sebelum tanggal 21, dan aku tetap akan
ikut dengan asumsi acara selesai sore. Sore hari acara selesai, tetapi masalah
datang ketika ternyata bus yang aku gadhang-gadhang masih ada yang jalan ke Seoul
nyatanya habis. Aku dan tiga teman yang mengantar tetap membooking taksi sampai
aku dapat kendaraan ke Seoul. Nasib mengatakan tinggal sisa KTX, satu-satunya
kereta termahal di Korea yang hanya akan berhenti sampai stasiun Seoul, padahal
Seoul-Incheon masih jauh. Aku tidak bisa memilih karena jarak Jeonju-Incheon
lebih dari 200 km dan posisi waktu itu sudah jam 22.00. Temanku awalnya
sangat-sangat khawatir aku tidak dapat kendaraan ke Seoul, diam-diam dalam hati
aku lebih ketakutan hahahaha.
Tiket KTX
sudah ditangan dan aku sudah dilepas oleh 3 teman di stasiun. Sampai si stasiun
Seoul pukul 23.45, tinggal beberapa orang yang keluar dari kereta termasuk aku.
Tentusaja stasiun harus ditutup setelah kereta terakhir yang kutumpangi
menurunkan penumpangnya. Aku terpaksa keluar dari stasiun dan menggembel diluar
padahal waktu itu sedang musim dingin sampai minus 5 derajad. Aku sudah pernah
post sebelumnya bagaimana aku nyaris mati hipotermia disini, interval pukul
00.00 hingga bus limousine bandara datang pukul 05.00 cukup membuatku harus
berfikir cerdas bagaimana menyelamatkan diriku sendiri. Keluar masuk seven eleven
demi mendapatkan penghangat ruangan, belum lagi aku sempat dikerubuti
gelandangan di sana. Aku menjauh karena khawatir mereka akan melakukan hal-hal
yang tidak kuharapkan, rasanya menangis pun tidak ada gunanya. Aku harus bisa
menolong diriku sendiri dan hanya kalimat-kalimat meminta pertolongan Tuhan. Aku
tertidur sambil jongkok memeluk koper serta mengeluarkan selimut yang ternyata
tidak begitu berdampak besar menghangatkan badan ditengah musim dingin. Jingkrang-jingkrak
demi menghangatkan badan karena gigi sudah gemeratak sambil badan sudah mulai
otomatis menggigil. Bus limousine yang katanya datang pukul 04.00 ternyata
datang pukul 05.00, selama satu jam di pinggir jalan aku masih terus harus
jingkrak-jingkrak agar membuat badanku tetap panas, karena jika diam tentunya
akan berbahaya. Pukul 05.00 sesuai dengan papan digital informasi bus sampai di
depanku, akhirnya aku selamat dan terangkut ke bandara Incheon.
6. Kontrak setahun
di tempat kerja yang jaraknya pp 106km dan dilaju dari rumah
Ini adalah
kisah tentang kebanggan bodoh yang selalu aku katakan pada kedua orangtuaku. Dimana
ada perempuan mau-maunya kerja pp106 km naik motor kalau bukan aku?. Kontrak
setahun di Balai milik Dinsos yang banyak menempaku menjadi pribadi yang lebih
banyak bersyukur kepada Tuhan. Bagaimana tidak?, ketika dahulu kita sekolah
merasa biasa saja dan paling ada satu dua hal yang kita butuh waktu sejenak
untuk paham, disini aku harus memahamkan berkali-kali tentang hal yang notabene
sangatlah mudah untuk dicerna menurutku. Tetapi Tuhan menciptakan manusia
dengan berbagai macam takdir dan nasib, aku yakin tidak pernah ada negosiasi
nasib dari apa yang sudah diberikan Tuhan. Aku selalu mengatakan pada
anak-anak, tidak usah memaksakan diri jika memang tidak mampu terutama untuk
hal akademis bagi anak-anak yang memang kemampuan intelejensia mereka kurang.
Aku tahu betapa sulitnya berusaha memahami apa yang ada diluar kita. Aku
berkata tidak apa kalian tidak pintar, lebih baik kalian konsisten untuk
menjadi orang baik. Biarkan orang yang diberi kelebihan untuk memikirkan
hal-hal yang berat, kalian cukuplah menjadi baik dan mengejar kebahagiaan
kalian.
Aku yakin
ada jalan takdir mengapa aku harus bertemu dengan anak-anak disini sebelum
akhirnya menetapkan pilihan hidupku di Kementrian Hukum dan Ham. Ada banyak sekali pelajaran yang Tuhan berikan
padaku tentang kehidupan yang sebenar-benarnya, bagaimana dari mereka aku
mendapatkan kekuatan untuk konsisten dengan apa yang aku perjuangkan. Aku yakin
ada alasan Tuhan yang membuatku mau-maunya kerja pp 106km demi bertemu
anak-anak hebat yang menjadi guru dan kehidupanku selama kontrak setahun ini.
Aku tidak bisa marah terhadap mereka, bagaimanapun namanya anak-anak pasti
pernah ngeyel, pernah memisuhi aku, pernah teriak-teriak kasar, tapi sebenarnya
mereka itu hanya mengekspresikan apa yang mereka pelajari dalam kehidupan
mereka selama ini. Aku membayangkan betapa keras kehidupan mereka yang mungkin
penuh dengan kata-kata kasar di lingkungan mereka dahulu, dll. Terkadang ada
juga anak yang hanya memanfaatkan apa yang aku miliki tentu saja tidak semuanya hanya satu dua, aku tahu itu tapi aku
juga berusaha memahamkan pada mereka bahwa itu tidak benar. Ada ketulusan yang
berusaha aku cari dari mereka, dan sebenarnya mereka punya itu. Meskipun memang
kadang watak bawaan mereka dari hasil didikan lingkungan yang kurang baik
terdahulu lebih sering muncul, tapi dari mereka aku harus berterimakasih pada
Tuhan karena aku mendapatkan kehidupan yang sangat membahagiakan bersama kedua
orangtuaku meskipun tidak harus bermewah-mewahan. Dariku yang selalu bangga
pernah bertemu dengan anak-anak Balai Rehabilitasi Sosial dan Pengasuhan Anak.
Komentar
Posting Komentar