SMA N Atengmelang Vs Tawuran Pelajar
Hari ini aku baca koran minggu pagi, namanya sih minggu pagi tapi gatau kenapa ini koran terbitnya jumat pagi. Ada kolom yang selalu menjadi favoritku ketika membaca yaitu kolom yang berisi motivasi atau cerita yang datang dari para SM3T Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal di berbagai pelosok Indonesia. Setelah membaca kolom itu biasanya aku langsung bersyukur seribu syukur sama Allah karena betapa sampai saat ini aku bisa belajar dengan nyaman karena aku terlahir di Jawa. Memang di pedesaan sendiri fasilitas tidak selengkap seperti saat aku bersekolah SMA dan Kuliah di Kota Jogja tapi itu jauh lebih baik disbanding keadaan di SMA N Atengmelang Desa Lembur, Kecamatan Alor Tengah Utara, Kabupaten Alor NTT. Aku yakin beribu yakin dari banyak cerita orang yang pernah berada di situasi sama dengan SMA N Negeri Atengmeleng entah itu dari film Laskar Pelangi yang aku tonton. Andrea Hirata juga cerita gimana keadaan Bangka Belitung, keadaan pendidikan disana dan masih banyak di luar Jawa yang sangat mengenaskan keadaanya. Semua sudah tahu tidak perlu cerita banyak tentang pendidikan di luar Jawa yang pasti jujur aku ngrasa sangat pedih tapi juga bersykur.
 SMA N Atengmelang yang gedungnya berdinding bambu, meja kursi dari kayu dan bambu seadanya. Serba keterbatasan dimana-mana, dan yang lebih membuat terhenyak bagi Linda Sarjana yang menceritakan pengalamannya bahwa mereka anak SMA belum bisa perkalian dasar. Apa yang salah di negeri ini?semua sudah tahu jawabannya bahwa pembangunan yang hanya berpusat di Jawa warisan Orde-Orde sebelumnya lah penyebabnya. Di Jawa kita bisa menemukan apa saja yang kita mau tapi saudara kita yang diluar Jawa susah keduanya, susah dapat uang setelah ada uang susah juga cari barang yang mau dibeli. Tapi satu hal yang membuat Linda sangat bangga pada mereka adalah sikap semangat belajar mereka ditengah keterbatasan yang mendera. Walaupun memang mereka dengan keterbatasan tidak bisa mengejar pendidikan di Pulau Jawa yang semua fasilitas tersedia, tapi mereka tidak menyerah bahkan mereka memiliki sikap yang sangat baik dengan membawakan tas ke sekolah hasil bumi bagi guru-guru. Disaat yang sama di samping kolom motivasi lagi-lagi rasa prihatin mendera karena di J*gja notabene kota Pelajar sedang heboh dengan kematian salah satu siswa SMKN 1 Say*gan 15 Tahun D A M. Bukan kematian yang membuat heboh karena kematian akan menghampiri yang hidup, tapi sebab kematian DAM lah yang membuat heboh yakni akibat tawuran.
Usia limabelas tahun seakan suatu hal yang sia-sia jika akhirnya hanya mati karena TAWURAN. Selama ini kemana saja kita dan apa yang kita lakukan, sehingga kita baru heboh setelah jatuh korban meninggal. Apa yang salah dengan dunia pendidikan di Indonesia?, apakah sekolah mengajarkan kekerasan tentu aku dan kita semua yakin 1000 % jawabannya adalah tidak. Ini kali kedua pecan ini aku membaca soal tawuran pelajar yang semakin mengkhawatirkan, sebelumnya aku baca internet terjadi di Jakarta clurit menancap di kepala pelajar yang tawuran. Menyalahkan pelajar yang tawuran?, bukan solusi karena sebagai sebagai seorang penganut strukturalis aku percaya bahwa semua ini terjadi karena ledakan dari luar dan bagian dalam tidak mampu membentengi diri akhirnya menjadi bulan-bulanan keadaan. Menurut apa yang aku lihat ada dua faktor kenapa hal ini bisa terjadi yang pertama adalah adanya faktor eksternal berupa dampak yang dihasilkan oleh arus Globalisasi dan yang kedua adalah factor internal yang tidak siap tidak cerdas untuk menghadapi gempuran dampak Globalisasi. Globalisasi yang akhirnya mengaburkan batas-batas antarnegara membuat arus informais  apapun bisa keluar masuk di suatu negara dengan bebasnya, baik arus informasi positif maupun negatif.
Tekhnologi sebagai ujung tombak Golbalisasi telah menghasilkan berbagai alat dan media informasi komunikasi yang canggih dan bisa didapatkan dengan harga yang sangat murah. Tekhnologi yang akhirnya menjadi media penyebaran berbagai arus ideology, paham, dan budaya yang dengan cepat melintasi batas-batas apapun. Konten negatif menjadi mudah didapatkan, contoh mudahnya adalah berbagai tayangan, artikel, gambar, video negative yang mudah diakses dari internet, baik itu tayangan porno kekerasan dan lainnya. Bagi kelas menengah bawah yang mengandalkan arus informasi dari televise juga turut terkena dampaknya. Industry pertelevisian yang juga tidak mendidik dan lebih mengedepankan kepentingan  pemilik modal tentunya akan mengorbankan kepentingan masyarakat dengan menjejelali tayangan-tayangan yang hanya mengejar rating tidak peduli tayangan baik buruk mendidik dan tidak mendidik. Pengaturan jam tayang juga tidak diperhatikan dengan banyaknya adegan kekerasan romantisme semu yang ditayangkan pada jam-jam anak usia belum dewasa masih terjaga dan bisa menonton dengan bebasnya. Adegan perkelahian dan kekerasan lainnya, juga tentang cinta romantisme semu yang membuat anak-anak sekarang cenderung cepat dewasa sebelum waktunya. Secara kasat mata melihat berbagai survey dan penelitian menunjukkan kecenderungan angka kasus KTD semakin meningkat, banyak anak usia sekolah SMP dan SMA yang akhirnya dikeluarkan karena gaya pacaran yang terlalu bebas tidak terkontrol. Ini adalah pendapat saya pribadi setelah banyak membaca soal kasus KTD, mungkin pendapat ini tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah karena saya tidak memiliki data hanya mengambil kesimpulan dari penelitian yang lebih dulu dilakukan, ini hanya mengurai keprihatinan istilah Jawanya Ngudarasa.
Begitu juga dengan banyaknya sinetron yang menayangkan kekerasan di jam-jam anak anak dapat melihat dengan bebasnya. Meniru karakter emosional dengan mudahnya akibatnya hal sepele pun akhirnya menimbulkan perkelahian yang sebetulnya saya katakana tidak perlu dan hanya menjadi tindakan bodoh dan idiot. Ya kalau berkelahi dan menang itu tidak masalah tapi kalau akhirnya mati konyol sia-sia itu masalahnya. Buat para pelajar seharusnya ini dipikirkan oleh pihak-pihak yang terkait agar diadakan wisata studi ke sekolah-sekolah tertinggal di luar Jawa agar banyak bersyukur. Para pelajar juga berfikir bahwa selain berjuang untuk diri sendiri tentunya ada orangtua dan keluarga yang turut meletakkan impian di pundak mereka. Apa tidak menyesal nanti kalau sudah mati, sia sia mati kasihan juga orangtua yang bantingtulang menyekolahkan menyayangi merawat mendidik hanya untuk melihat anaknya amti konyol karena tawuran. Gempuran dari eksternal harus membuat pihak-pihak terkait seperti orangtua, pihak sekolah dan pemerintah harus lebih kuat dan lebih cerdas untuk membentengi generasi muda dari pengaruh luar. Orangtua yang paling menjadi penentu, bahwa orangtua zaman sekarang dituntut lebih cerdas dalam mendidik anak-anak muda zaman sekarang, mencari metode mendidik yang pas dan tepat tidak disamakan dengan mendidik anak di zaman dulu yang cenderung penurut dan mudah diatur. Anak sekarang lebih cenderung percaya pada teman sebaya dan rasa hormat dengan orangtua juga tidak sepeerti dulu, intinya hubungan orangtua dan anak zaman sekarang lebih pada hubungan horizontal. Orangtua harus menjadi teman yang nyaman untuk anak-anak bergantung, tidak gila hormat karena anak sekarang cenderung berontak kalau ditekan jadi harus memakai metode yang halus tapi mengena.
Sekolah harus memperbanyak pendidikan moral mental dan kepribadian, karena sejauh ini sekolah dirasa semakin meninggalkan mata pelajaran kearifan lokal dan hanya menyampaikan ilmu akademis tanpa penyampaian modal sosial mental dalam memanajemen diri yang baik. Otak memang pintar tapi hati menjadi semakin tumpul akhirnya kepintaran hanya digunakan untuk memintari orang yang dibawahnya. Tidak ada tata kelola kehidupan dan tata karma yang baik karena penilaian hanya didasarkan pada kemampuan mata pelajaran akademis semata, dan jangan heran apabila banyak murid pintar yang kurangajar dan tidak bisa diatur. Pemerintah sebagai pemegang regulasi yang utama harus bisa memetakan langkah-langkah manajemen pada generasi muda agar ke depan tidak kecolongan dan akhirnya kehilangan generasi penerus bangsa dengan sia-sia. Hukum yang dibuat harus dilaksanakan dengan benar dan aturan ditegakkan apabila ada yang melanggar. Khusus untuk pemerintah harus direformasi juga mental agar tidak mengabaikan kepentingan masa depan demi deal-deal sesaat yang hanya mengejar keuntungan individu pribadi, bayangkan jika ingin menerima suap dampak nya bisa membuat anak-nya mengalami apa yang dialami oleh korban kebijakan semu yang dilakukannya. Karena pada hakekatnya pemerintah itu ditunjuk dalam rangka melayani kepentingan public dan masyarakat, jadi kalau tidak bersedia maka berbisnislah jangan masuk ke jajaran pemerintahan.
            Generasi muda harus diselamatkan!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Hallo semuanya trimakasih sebelumnya sudah mampir ke berandacurhat.com hehehehe memang sebagai seorang akademisi segala sesuatu kudu bisa dipertanggungjawabkan secara akademis pula, tapi kadang curhat itu agak lebay dan kurang standar kevalid annya. Tapi semua yang aku utarakan bisa kok dicek secara akademis hehehehe, kalau mau bisa diteliti dan dicek sendiri di lapangan pasti tidak berbeda jauh sama curhatan yang aku udah tulis. Kapan-kapan deh kalau memang untuk kepentingan publik bisa aku sertain sumber-sumbernya langsung biar bisa dicek langsung. 

Komentar

Postingan Populer