Teman
Pepatah mengatakan,
pergilah jauh merantau maka kamu akan tahu betapa rasa cintamu pada negerimu
akan bertambah saat kamu pergi jauh darinya. Merantaulah, maka kamu akan tahu
betapa harga kepulanganmu sangatlah mahal. Terakhir yang ingin aku tambahkan
adalah bertemanlah maka kamu akan tahu betapa berharganya mereka dalam hidupmu.
Kehidupan hanyalah dua sisi yang mungkin akan terbagi dalam kepingan sisi-sisi
yang lainnya. Hitam dan putih adalah dua hal yang tak murni bisa kamu temukan
dalam kehidupanmu. Terkadang hitam agak putih, terkadang bahkan murni abu-abu. Dalam
hidup tak ada yang bisa kita gunakan untuk mengukur seberapa berharganya teman
dalam kehidupan kita.
Berkirim pesan
dengan teman lama dari Kambodja melalui facebook kemarin malam menyadarkanku
dengan suatu hal yang kemarin baru saja kulupakan. Dia adalah teman sewaktu
pertukaran mahasiswa di Chonbuk National University South Korea, bedanya aku
mahasiswa exchange undergraduate dan dia melanjutkan masternya disana. Di
tengah kemelut drama mengerjakan segala hal laporan tentang KKN, aku kembali
tersibak bahwa semakin tua umur kita maka teman yang benar-benar berada disisi
kita semakin habis. Bukan karena kita semakin tidak baik atau apapun, tetapi
hanya saja kehidupan selalu memberikan warna yang tidak pasti sesuai dengan apa
yang kita mau. Keadaan tidak selalu mempertemukan dua kebaikan menjadi kebaikan
kuadrat, bahkan mungkin terkadang keadaan mempertemukan dua kebaikan menjadi
salah satu yang tampak menjadi jahat.
Aku menyadari bahwa
teman yang berada di sisiku saat ini hanyalah teman-teman terakhir yang aku
temui di KKN. Aku jarang bertegur sapa dan bertemu dengan teman kuliah, SMA,
SMP, dll, bahkan terakhir pembicaraan hanya sampai di ranah wacana media social
untuk merencanakan bertemu. Jarak dan lokasi yang berbeda hanya memungkinkan
intensitas berteman dilakukan lewat media social. Tidak masalah selama itu aku
bisa menjaga hubungan baik dengan semua teman-temanku sebelumnya. Tetapi tetap
saja semakin jauh, rasa canggung akan menjadi semakin besar diantara kami. Bahkan
terkadang untuk menanyakan kabar rasa-rasanya akan ketakutan untuk
mengganggunya. Tetapi aku rasa aku harus menyikapi semua kadaan ini dengan
wajar. Kemungkinan besar aku berfikir bahwa tidak hanya aku yang mengalami hal
ini tetapi banyak anak-anak lainnya yang merasakan hal sama. Kita hanyalah
mahasiswa tingkat akhir yang akan segera bergaanti fase masuk dalam kehidupan
yang selanjutnya. Pada akhirnya nanti teman-teman baru di ranah pekerjaan akan
datang silih berganti. Hal yang paling penting adalah tetaplah berteman dengan
siapapun.
Berteman dengan
siapapun dan nikmati waktu bersama teman yang kita punya adalah jawaban yang
harus kita katakana. Hargailah temanmu dan sayangilah mereka selagi kamu bisa
merasakan kulitnya dengan sentuhan tanganmu, karena hal yang akan kamu rindukan
adalah bukan lagi soal sapaan di media social atau apapun itu. Tetapi rasa bahagia yang muncul saat kita bisa
tertawa lepas bersama dengan teman dalam kondisi yang tidak harus membuatmu
canggung atas apapun itu. Fase kehidupan selanjutnya akan segera datang,
kehidupan dimana teman-temanmu akan berganti dengan keluarga-keluarga kecil yang
akan menjadikan kita teman bagi mereka. Perjuangan yang dulu selalu kita
rencanakan bersama teman akan segera berganti untuk menjadi rencana bersama
dengan satu orang terpilih yang akan menemani kita sampai akhir usia. Tetapi
sejauh apapun nanti aku pergi, teman adalah salah satu bagian terbaik yang
mengiringi tumbuhnya kehidupan dalam nafas seorang Ananti Primadi.
Sanden, 10 Agustus 2016
Komentar
Posting Komentar