Ngopi sambil jagongan Kejujuran
Menurut salah salah satu tulisan yang pernah kubaca, usia 20 an memang usia yang penuh kekhawatiran terhadap masa depan dan itu wajar. Usia 20 an memang peralihan dan juga penentuan akan kita bawa kemana kehidupan kita kelak, memastikan bahwa kehidupan kita bisa sattle dalam kesempatan menjadi manusia sekali seumur hidup. Kekhawatiran untuk membangun diri sendiri dalam pijakan ekonomi, cinta, karier, dan membangun hubungan relasi yang baik dengan semua orang. Semua orang akan berusaha untuk menjadi terbaik dalam versinya masing-masing, meskipun seleksi alam tidak dapat dihindarkan. Hanya mereka yang benar-benar mampu bertahan maka merekalah yang akan berada dalam kehidupan. Ranggawarsito seorang pujangga pernah berkata, amenangi jaman edan ora edan ora keduman, nanging iseh begjo wong kang tansah eling lan waspada. Itu adalah zaman yang memang benar-benar ada dan aku temui di saat ini. Aku tidak berhak menghakimi soal itu dosa ataupun tidak, karena aku bukan Tuhan. Banyak sekali kecurangan-kecurangan dalam rentang usia 20 dari beberapa lingkungan yang aku ketahui untuk menapak kehidupan dimasa selanjutnya.

Sebenarnya ketakutan itu ada, ketika aku melihat anak-anak di usia 20 an sudah berlomba-lomba membangun pondasi kehidupan dengan kecurangan. Rasa sedikit ketakutan pasti ada, takut kejujuran akan kalah, karena sesungguhnya hidup ini tidak pernah seindah drama Korea. Rasa takut itu wajar karena aku hanyalah manusia biasa yang dibekali dengan berbagai macam perasaan dan emosi dari lahirnya. Tetapi ada hal yang selalu membuatku tetap berdiri untuk berusaha menjadi jujur dan berbeda dari yang tidak mau jujur, karena ada ketakutan yang lebih besar yang ada dalam diriku. Ketakutan hilangnya rasa takut yang kupelihara untuk mengendalikan hatiku. Aku tidak mau dikendalikan oleh nafsu, karena manusia tidak pernah memiliki rasa puas jika kita selalu menuruti. Semakin berbuat curang maka hati akan semakin berbohong untuk seterusnya, dan rasa takut berbuat curang akan semakin hilang. Aku merasa sok suci?, bukan sama sekali bukan. Aku hanyalah manusia yang berusaha untuk memelihara rasa takut agar bisa mengendalikan diri. Karena aku tahu ketika rasa takut berbuat curang itu sudah tidak ada maka kecurangan-kecurangan lain akan mudah untuk kulakukan.
Sebenarnya aku juga ingin jujur, bahwa aku memelihara rasa takut untuk tidak berbuat curang bukan karena takut dosa sebagai alasan pertama. Alasan pertama aku memegang teguh usaha berbuat kejujuran adalah karena aku tahu bahwa berbuat curang itu menyenangkan. Aku percaya perbuatan dosa yang dilarang Tuhan itu pasti menyenangkan, walaupun mungkin beberapa belum pernah kulakukan dan beberapa pernah kulakukan. Aku mengendalikan diriku agar aku bisa memberikan kebanggaan kepada orang-orang yang kusayangi. Sesungguhnya setiap manusia itu berpotensi untuk berbuat kesalahan dan kecurangan, hanya saja yang membedakan bagaimana usaha dari setiap individu untuk mengontrol diri berusaha agar tidak berbuat curang. Aku tidak mencela siapapun yang berbuat curang, karena aku juga manusia biasa yang juga punya potensi untuk berbuat curang. Hanya saja aku tahu bahwa hatiku akan merasa tenang jika aku menjadi jujur. Ketakutan untuk menjadi tidak jujur lebih menakutkan, kalau sampai aku terbiasa menjadi tidak jujur dan sudah menjadi mati rasa maka aku akan kehilangan kenikmatan hidup dan aku sia-siakan untuk mengejar hal yang tidak pernah bisa memenuhi rasa dahaga puasku. Jadi setakut apapun aku akan kekalahan bertempur dengan kecurangan, akan lebih menakutkan jika aku kehilangan kontrol atas diriku dan mulai merasa nyaman untuk berbuat curang.
Aku tidak pernah berbohong?aku tidak pernah berbuat curang?, tentu saja pernah dan karena itulah aku disebut manusia yang penuh dengan khilaf dan dosa. Aku menulis tulisan ini karena aku juga butuh untuk meyakinkan diriku sendiri bahwa aku mampu untuk bertahan dalam usaha berbuat kejujuran. Aku menulis tulisan ini sebagai renungan dari diriku sendiri bahwa aku peduli, peduli dengan lingkungan dan aku peduli dengan diriku sendiri. Peduli dengan lingkungan dengan menyadari apa yang terjadi disekitarku dan bagaimana aku menyikapinya. Peduli dengan diriku yang berarti aku punya hak untuk menjadi yakin dengan pilihanku. Aku yakin dengan pilihanku, dan silahkan orang lain bertanggungjawab dengan pilihannya masing-masing. Selama aku hidup, berusaha adalah kuncinya dan hasil adalah sesuatu yang bisa aku prediksi.  Aku hanya bisa berusaha dan berusaha karena usaha adalah satu satunya hal yang bisa kubanggakan dari diriku, saat aku tidak punya kemampuan apapun terhadap hasil yang bisa kuprediksi. Aku bisa berproses, berfikir menyadari kesalahan dan kemudian memperbaikinya.  
Percayalah, kejujuran akan semakin berharga mahal ketika kecurangan semakin murah ditemukan dimana-mana. Sesungguhnya harga diriku aku letakkan didalam setiap usaha yang aku lakukan. Jika aku berhenti berusaha, berhenti berbuat kejujuran, dan berbohong maka sesungguhnya aku tidak lebih dari pengecut yang dipermainkan oleh zaman [Ananti Primadi, 2016]


Dibawah langit Sanden, 13 November 2016

Komentar

Postingan Populer