Sebuah Memoar Perjalanan
Bahagia
Sebagai manusia biasa, terkadang
kita tidak luput dari perasaan berkompetisi yang sudah tertanam sedari kecil.
Lingkungan yang terbiasa menanamkan kompetisi pada tiap-tiap jengkal ruang
hidup akan mempengaruhi kelak ketika dewasa. Salah satu contoh nyata adalah
system pendidikan di negara kita terutama yang masih menekankan ranking untuk
mengukur indicator pintar atau tidaknya siswa. Contoh lain adalah anggapan
siswa A bodoh ketika tidak bisa mencapai nilai Matematika sebaik siswa B,
padahal ternyata siswa A memiliki kepintaran di bidang lain yaitu sebut saja
bidang seni. Kita sudah terbiasa menyeragamkan hal-hal yang sebetulnya tidak
bisa diukur dengan indikator yang sama. Begitu juga ketika aku mulai tumbuh
menjadi dewasa, ada banyak sekali peristiwa yang akhirnya membuatku membuka
mata, dunia tidak terdiri dari satu imaji yang mengukur semua pencapaian itu
dengan ukuran yang sama.
Aku juga tidak luput dari sebuah
kesalahan yang menurutku konyol, melupakan cara bahagia karena terlalu fokus
mengejar ukuran orang lain. Pernah aku merasa ketika temanku mencapai A maka
aku harus bisa mencapai pencapaian yang sama atau bahkan lebih. Beberapa memang
berhasil kucapai, dari rasa kompetisi yang sudah terbentuk dalam diri aku
mencoba berkompetisi dengan orang lain. Beberapa memang tak berhasil kucapai,
tapi segi positifnya aku menjadi seorang petarung yang tidak mudah menyerah
terhadap apa yang aku mau. Umurku sudah 24 tahun, mungkin karena sudah
mendekati seperempat abad maka aku menjadi lebih bijak dalam memandang sesuatu.
Rasa-rasanya masa mudaku kuhabiskan untuk menjadi seorang ambisius terhadap
impian-impian, tetapi ternyata apa yang aku dapatkan hari ini adalah apa yang
sudah Tuhan tentukan untuk bisa kucapai.
Terkadang orang merasa sulit untuk
bahagia, termasuk juga aku. Sejujurnya ternyata bahagia itu tidak sesulit yang
kita bayangkan. Hal pertama yang mulai aku lakukan adalah self acceptance atau menerima diri sendiri. Artinya adalah mulai
untuk menerima diri sendiri apa adanya, dengan segala kelebihan dan kekurangan
yang kita miliki. Ketika kita sudah mulai menerima dan mencintai diri sendiri,
maka hal pertama adalah terhindar dari perasaan “selalu ada yang kurang dalam
diri sendiri”. Ketika kita sudah menerima kelebihan dan kekurangan diri kita
sendiri, maka tidak akan mudah bagi kita untuk membandingkan diri dengan orang
lain. Setelah itu kita akan mulai menyadari bahwa takdir yang kita jalani dalam
hidup ini berbeda dengan takdir yang dijalani orang lain. Sesimple itulah
bahagia yang kita jalani, bersyukur atas segala apa yang kita punya tanpa
terbebani dengan apa yang orang lain dapatkan.
Ada satu
perjalanan tersulit yang paling lama aku tangani, yakni penerimaan diri atas
anugrah wajah yang kupunya. Dulu aku sering sekali punya teman-teman cantik dan
selalu mendapatkan perhatian dari orang lain, tentu saja sebagai manusia normal
pasti kadang ada rasa tertekan dan rendah diri dengan paras ayu teman yang
sangat cantik. Tapi lama-lama dan pelan-pelan aku berhasil mengatasinya, bahwa
wajah adalah bagian dari anugrah Tuhan pada kita dan kelak juga akan
dipertanggungjawabkan untuk apa sajakah anugrah paras kita gunakan. Aku sudah
menerima diriku seperti ini adanya, jikalau ada teman yang mendapatkan banyak
perhatian dan cinta karena paras cantik mereka maka itu berarti memang rejeki
mereka atas apa yang Tuhan berikan. Begitu juga dengan caraku saat ini
mengatasi diri sendiri saat bertemu dengan teman-teman yang lebih pandai, maka
memang itulah rejeki mereka.
Aku sudah berjanji bahwa aku akan bahagia dan akan membahagiakan
orang-orang yang kusayangi. Bahagia itu tidak sulit kok, tinggal jalani saja
hidup dengan apa yang Tuhan berikan pada diri kita. Syukuri saja dan tidak usah
membandingkan diri kita dengan orang lain, setiap orang punya rejeki
masing-masing. Ingat, bahwa ketika kita berfikir negatif selama 1 menit maka
kita akan kehilangan kesempatan untuk bahagia selama 60 detik. Hidup itu cuma
sekali, nikmati apa yang kita punya dan berhenti untuk lelah mengejar apa yang
menjadi cerita indah orang lain. Kita punya takdir terbaik dalam diri kita
masing-masing, dan kita sangat dekat dengan kata Bahagia. Jangan takut untuk
menjadi berbeda, karena kunci untuk bahagia adalah melalui cerita indah takdir
kita dengan bersyukur pada Tuhan atas apa yang kita punya.
Komentar
Posting Komentar