Exchange ke Luar Negeri?
Hallo
Andromeders bagaimana kabar kalian? Aku berdoa semoga kalian selalu dalam
keadaan yang sehat. Sehat adalah anugerah utama dari Tuhan, karena dengan
kesehatan kita bisa melakukan apapun yang kita mau dan meraih impian kita. Kali
ini aku akan mencoba untuk membagi pengalaman dalam rangka mengikuti pertukaran
mahasiswa Summer School di Korea Selatan selama satu semester. Mungkin sudah
banyak yang menulis soal pertukaran mahasiswa, namun tidak ada salahnya aku
menulis berdasarkan yang aku alami. Aku hanya tidak ingin ilmu yang aku dapat
menguap begitu juga, meskipun aku juga yakin pengalaman yang aku alami belumlah
seberapa. Masih begitu banyak hal yang harus dan aku akan pelajari dimasa depan
setelah aku kembali pulang dari Korea Selatan. Semoga pengalaman yang aku bagi
bisa menambah sedikit wawasan bagi teman-teman yang mungkin baru akan mengejar
kesempatan Exchange. Maaf sekali jika
nanti terkesan banyak sekali curhatan, sebenarnya bisa saja kita anggap karena
aku tidak punya role model lain dan akhirnya menggunakan diri sendiri sebagai
contoh dan model utama untuk menggambarkan situasi. Sudah mulai saya kurangi
untuk menuliskan diri sendiri dan tulisan saya sekarang dan kedepannya, semoga
semakin obyektif dalam menulis informasi untuk warga Andromeda.
Exchange
merupakan salah satu list daftar impian yang aku harus capai ketika kuliah S1.
Daftar list impian itu masih tertempel di tembok kamarku sejak aku masuk ke SMA
N 7 Yogyakarta. Ada list masuk Politik Pemerintahan UGM yang sudah tercoret,
karena tentusaja aku sudah mencapai dan masuk ke Fisipol UGM 2012. Ada lagi
impian-impian lain yang aku harus capai ketika kuliah sarjana, dua terakhir
list impian yang harus aku capai saat S1 adalah exchange dan membuat novel
minimal 1 buku. Exchange sudah terlaksana dan tinggal sisa satu list yang harus
aku capai ketika S1 yaitu menghasilkan satu buah novel. Dari apa yang aku
paparkan adalah dalam usaha mencapai impian apapun, yang pertama harus kita
persiapkan adalah tujuan dan kapan kita harus mencapai tujuan itu. Meskipun tujuan
atau impian tidak wajib ditulis di kertas dan ditempel, tetapi tujuan itu harus
terpatri jelas di benak kita. Kita harus menentukan apa yang kita mau dan kapan
harus kita capai, jangan sampai dalam hidup kita hanya ikut-ikutan teman dan
tidak tahu arah kita mau kemana. Setelah tujuan ditentukan maka akan mudah bagi
kita untuk memutuskan apa yang harus kita lakukan termasuk kemana kita akan
exchange.
Keinginan untuk exchange sudah ada sejak
masuk SMA, begitu juga dengan usaha mendapatkan kesempatan exchange. Mulai dari
exchange di dalam negeri sewaktu SMA maupun mendaftar AFS di Bina Antar Budaya.
Tetapi belum menghasilkan apapun. Gagal lolos exchange di tingkat SMA membuatku
sangat terpukul waktu itu, sudah dengan mantab yakin lolos dan berusaha sekuat
tenaga malah gagal. Sedangkan teman yang tidak berniat ikut tetapi didaftarkan
oleh ayahnya langsung yang memang populer, bisa lolos dan ada pengecualian
kuota untuknya. Memang sangat menyebalkan tetapi untuk saja teman itu memang
berbakat dan pantas, jadi tetap saja semarah-marahnya aku tetap tidak bisa mengkambinghitamkan
temanku itu. Mendaftar untuk AFS tanpa tahu seluk beluknya bagaimana hanya
karena ditawari teman dan langsung tertarik. Sayangnya memang waktu itu segala
sesuatu yang kurang dipersiapkan tidak berjalan secara maksimal. Aku gagal di
babak tes bahasa inggris dan mungkin point di tes pengetahuan umum juga kurang.
Akhirnya aku berhenti mendaftar karena memang tidak ada lowongan exchange lagi
waktu itu. Kemudian ikut kegiatan lomba kesana kemari dan tidak karuan, lomba
puisi tingkat SMA mendapat trofi dua kali kejuaraan. Kemudian ikut lomba news
presenter membaca berita dan masuk finalis meskipun tidak menang cukup juga
membantu menambah pengalaman. Lomba mading mendapat kemenangan sekali, lomba
debat lolos tahap dua walaupun tidak ada persiapan sama sekali. Kemudian aktif
menulis cerpen mengirim ke media massa dan dimuat sekitar 11 kali, memang
menyenangkan bisa melupakan rasa kecewa terhadap exchange. Ayahku sempat marah
karena walaupun aku aktif tapi yang aku lakukan seperti membuang waktu dan
tidak fokus, antara ingin menjadi presenter, penulis cerpen atau cerita fiksi atau
apalah lainnya. Akhirnya aku sadar bahwa tidak semua hal bisa kita lakukan dan
kita harus memilih untuk fokus menjalankan sesuatu.
Ketika
kita mengetahui tujuan kita, kita akan berjalan kepadanya secara otomatis.
Seseorang pernah berkata, orang yang tahu tujuan hidupnya maka dia sudah bisa
melihat 10 meter ke depan dibanding yang tidak tahu tujuan. Ketika sepuluh
meter itu dijalani maka akan tersibak lagi jalan sepuluh meter ke depannya,
begitu juga seterusnya sampai kita tiba di tujuan yang kita mau. Hal penting
yang harus dipersiapkan untuk exchange adalah track record kita sebelumnya.
Bisa dilihat anak yang ikut exchange pastilah bukan anak yang instan, instan
disini adalah anak yang genius tidak pernah melakukan apa-apa tiba-tiba
diterima exchange ke luar negeri. Mungkin akan berbeda jika anak tersebut kaya
raya dan bisa membayar semua biaya sendiri, tapi yang aku maksud disini adalah
anak yang aktif dan memang layak untuk dipertimbangkan diterima sebagai anak
exchange. Anak aktif disini bisa diartikan dia adalah anak yang aktif dalam
kegiatan selain kuliah di kelas, bisa anak organisasi atau apalah itu. Intinya
dia pasti sudah luwes dan terbiasa berhadapan dengan orang lain, berhadapan
dengan situasi yang dinamis dan mampu menghandle persoalan. Apakah itu
anak-anak yang pintar?belum tentu juga karena definisi pintar sendiri terlalu
luas. Hanya saja anak yang punya pengalaman berhadapan dengan banyak orang,
situasi yang sulit dan berbagai keadaan nantinya lebih siap dalam menghadapi
tantangan dalam exchange.
Apakah
anak yang biasa-biasa saja tidak punya kesempatan untuk exchange?, siapa
bilang?semua berhak mendapat peluang yang sama untuk mendapatkan kesempatan
exchange. Cerdas disini bukan hanya sesempit pemikiran anak tersebut selalu
mendapat nilai akademis yang bagus. Memang semua memiliki peluang yang sama,
tapi jika aku boleh jujur pengalaman dan track record kita sebelumnya sangat
membantu kita dalam mengikuti exchange. Aku juga ragu dengan anak yang
acuh-acuh kuliah hanya terfokus di kelas akan punya ketertarikan untuk
mengikuti exchange yang notabene memiliki banyak tantangan. Tetapi selalu ada
pengecualian untuk apapun di dunia ini yang tidak mutlak, ya kecuali dia memang
genius tapi bersikap acuh dan kemudian berubah ingin ikut exchange itu mungkin
cerita lain. Tapi menjadi mahasiswa yang tidak hanya belajar di kelas sangat
penting sebagai bekal mengikuti exchange. Bekal mental, bekal komunikasi di
depan khalayak, bekal terbiasa menghadapi tantangan. Karena aku juga sudah mengalami
bahwa bakat tidak pernah menang atas kerja keras, se genius apapun bakat yang
dimiliki jika tidak pernah berlatih dan tidak pernah diasah sama saja akan
kalah dengan yang sudah terbiasa. Maka selama masih ada waktu pergilah keluar
kelas, jangan hanya menjadi mahasiswa yang pintar di kelas saja, tetapi pintar
di dalam kelas dan diluar kelas karena kehidupan tidak akan terbatas di dalam
kelas. Belajar berbaur dengan lingkungan dengan berorganisasi, ikut kegiatan
relawan atau apapun itu yang membuat kemampuan kita diasah.
Selain
untuk tujuan kesiapan kita dalam menghadapi tantangan sewaktu exchange,
track record juga dibutuhkan sebagai salah satu syarat dalam mendaftar
exchange.Perlu untuk dicatat bahwa sebagus apapun universitas kita di Indonesia mau
UI, UGM, ITB tetap saja belum mampu menembus 100 universitas terbaik di dunia.
Jika kita mau diterima sebagai siswa exchange diluar negeri, tentu harus ada track record dari kita yang bagus dan
bisa dipertimbangkan untuk lolos. Tidak mungkin universitas akan meloloskan mahasiswa
yang hanya biasa saja, harus jadi luar biasa karena kesempatan exchange itu
juga tidak banyak dan terbatas kecuali yang mau membayar semua biaya (mandiri)
itu lain cerita. Selain itu pengalamanku sendiri adalah untuk ikut exchange
nantinya juga harus mau untuk bekerja keras belajar, karena anak-anak Asia
Tenggara masih suka dipandang sebelah mata (meskipun memang tidak semua dosen
memandang demikian). Bisa juga karena negara-negara Asia Tenggara yang belum
menjadi negara maju, bisa juga yang memang etos belajar masih kurang dibanding
dengan anak-anak dari negara maju. Jika hanya mengandalkan pandai di negeri
sendiri dengan berlabel Universitas terkemuka di Indonesia, sudahlah balik
pulang saja tidak usah bermimpi untuk exchange. Dunia luar itu sangat keras, bakat
cerdas dan pintar itu wajib tapi kemauan dan kerja keras jauh lebih penting.
Tidak mudah memang, tetapi bukankah hal besar hanya bisa dicapai oleh
orang-orang yang berusaha dan berkemauan besar untuk mencapainya?.
Tentukan
kemana kita akan exchange dan cari tahu bagaimana cara mencapainya. Sejak awal
kalau aku ingin melanjutkan master di Seoul National University, padahal
dulunya niat ke National Taiwan University yang politiknya masuk jajaran
terbaik di Asia. Hanya saja untuk belajar bahasa China dan hurufnya aku harus
berfikir seratus kali karena begitu rumit. Belajar bahasa Jerman 3 tahun saja
tidak ada yang tersisa kecuali bicara perkenalan saja. Akhirnya aku mulai
melirik Korea Selatan yang saat ini melejit dan beberapa universitasnya masuk
jajaran tertinggi di Asia bahkan masuk 100 besar universitas terbaik di dunia.
Pada awal 2015 keinginan untuk melanjutkan master di Korea semakin besar, juga
karena pengaruh banyak teman-teman juga yang sudah mencicipi pergi keluar
negeri entah untuk konferensi ataupun exchange.
Aku memutuskan untuk belajar bahasa Korea mulai dari dasar yakni belajar huruf
hangul. belajar secara otodidak mulai dari menulis lagu dan mencocokannya,
menghafal kosakata walaupun masih belum continue dalam belajar. Hingga akhirnya
aku mulai memberanikan diri untuk berkonsultasi dengan teman-teman yang sudah
memiliki pengalaman pergi keluar negeri.
Untung saja aku tidak memiliki rasa
iri dan gengsi yang tinggi walaupun aku belum bisa pergi keluar negeri. Aku
selalu ingin tahu bagaimana cara mereka bisa melakukan itu (exchange keluar
negeri). Aku selalu bertanya diwaktu luang mereka, berdiskusi dan meminta
teman-temanku itu untuk menceritakan bagaimana pengalaman mereka hingga bisa
mencapai hal tersebut. Aku tidak malu untuk bertanya banyak hal dan menimba
ilmu dari mereka, aku juga tidak malu untuk mendengarkan setiap perkataan
mereka seperti orang bodoh mengangguk-angguk karena baru paham terhadap
sesuatu. Siapapun teman yang aku kenal berhubungan dengan kegiatan diluar
negeri, pasang foto di media sosial pasti tidak lepas dari incaranku untuk
dikepo alias diinterogasi olehku. Mulai dari Heny Wijaya yang sudah aku repotin
pas lagi sibuk riset malah bela-belain ngirim contoh CV dan motivation
letternya, Vida Farida yang tanpa aku minta udah cerita panjang lebar
pengalaman exchange nya 10 harian ke Jepang, Indita Safira temanku anak UI yang
aku tanya-tanya soal exchange juga. Ms Herawan yang waktu itu cuma kenal pas acara
kampus dan aku beranikan diri sok akrab nge-chat dia di fb bla-bla berbicara
panjang lebar. Fika Nurazam yang diterima PPAN lebih dulu tapi berangkatnya duluan
aku, juga sederet blog mahasiswa yang aku baca di internet entah berapa banyak
aku juga lupa. Juga anak-anak yang aku tanya perihal ini itu entah berapa
banyak aku juga lupa. Kemudian aku mendaftar kesempatan untuk konferensi
terlebih dahulu karena aku berfikir masih terlalu dini untuk berani mengambil
kesempatan exchange yang notabene
lebih lama dibanding jika sekedar konferensi. Aku berfikir untuk awal-awal
langkah aku ingin menjajagi konferensi terlebih dahulu, kemudian 6 konferensi
sudah resmi menolakku untuk berpartisipasi di dalamnya karena memang semuanya
beasiswa jadi kesempatannya sangat sempit.
Berguru pada teman-teman yang sudah
berpengalaman sangat penting. Dari mereka kita bisa tahu bagaimana kemungkinan
kesulitan yang mungkin akan kita temui dalam proses mengejar exchange. Apa saja syaratnya dan
bagaimana agar lolos syarat-syarat tersebut. Kemudian belajar untuk membuat segala
macam syarat administrasi yang mungkin diperlukan seperti membuat CV standar
internasional dan motivation letter
yang baik. Aku selalu yakin bahwa tidak ada temanku yang pelit akan ilmu,
bahkan mereka selalu mendorongku untuk
melampaui rintangan dan memberikan aku semangat untuk terus maju. Aku
beruntung walaupun aku tidak genius tetapi aku berada di tengah-tengah
teman-teman yang begitu hebat dan menginspirasi. Karena lingkunganlah aku
dituntut utnuk bisa bekerja keras mewujudkan impian. Kesabaran sangat penting,
banyak teman-teman yang aku ajak memimpikan tentang dunia luar, dan aku selalu
bertanya diakhir pembicaraan “kapan ya aku bisa keluar negeri?”. Aku tidak
pernah berhenti untuk berusaha walaupun belum berhasil, aku juga tidak pernah
iri karena aku selalu meyakini bahwa aku berusaha keras dengan sebenar-benarnya
dan aku selalu yakin bahwa semua itu hanyalah soal waktu dan giliran untuk
pergi ke dunia luar. Hingga akhirnya aku memberanikan diri mendaftar Summer School di Chonbuk National
University South Korea. Memang bukan exchange
yang beasiswanya dari KGSP tetapi tidak berbeda jauh karena beasiswa yang aku
dapat dari universitas tempatku belajar. Beasiswa berupa free biaya kuliah, free dormitory atau tempat tinggal dan diasrama
sudah disediakan makan gratis Senin-Jumat. Bisa dikatakan lumayan kurang lebih
sama karena ada yang mendapat beasiswa full uang saku setiap bulan tetapi masih
harus membayar asrama. Ya itu cuma soal rejeki masing-masing saja. Bahkan ms
Herawan juga menyarankan untuk tidak usah diambil, ya kembali lagi bahwa aku
berfikir ini kesempatan exchange
terakhir sebelum aku harus lulus 2016 November. Akhirnya semua kembali pada
takdir, bahwa setiap orang memiliki rejekinya masing-masing.
Intinya adalah ketika kesempatan
itu datang jangan pernah disia-siakan, kita tidak pernah tahu rejeki kita maka
kita diwajidkan untuk berusaha. Akhirnya dengan perjuangan yang tidak bisa
dijelaskan satu persatu kesempatan keluar negeri datang. Tuhan tidak pernah
berbohong atas janjinya, barang siapa yang berusaha dan bekerja keras maka dia
berhak atas impiannya. Ya simpelnya adalah perjuangan itu aku gambarkan sampai
dititik dimana aku pernah berada di antara keadaan hidup dan mati, waras dan
gila. Itu adalah titik pertama terendah yang pernah aku alami, tapi itu sudah
berlalu dan sudah aku jalani. Aku yakin karena impian di depanku jauh lebih
besar maka badai yang akan menghadang pasti jauh lebih besar daripada
sebelumnya. Intinya adalah jangan takut untuk berbuat dan berkorban yang besar,
karena impian yang besar tentunya juga butuh pengorbanan yang besar. Pasrahkan
semua kepada Tuhan, karena Dia adalah sebaik-baik sutradara dan penolong dalam
hidup ini. Bisa dibayangkan untuk pertama kali seorang Ananti Primadi dari orok
hingga kuliah di Jogja belum pernah keluar Jawa, bahkan paling jauh hanya ke
Jakarta, Bandung, dan Rembang Jawa Tengah. Kemudian langsung pergi ke Korea
Selatan setelah sebelumnya transit terlebih dahulu di Kuala Lumpur Malaysia. Tapi
diantara semua itu Tuhanlah yang memegang kuasa paling besar, jika Tuhan tidak
menggerakkan pikiranku sejauh ini, jika Tuhan tidak menguatkan hatiku sekuat
baja mungkin aku tetap berada di Desa. Tapi Tuhan menggerakkan pikiranku hingga
sejauh ini, dan menguatkan aku hingga seperti saat ini, aku selalu bahwa Tuhan
punya rencana untukku. Maka berbaik-baik pada Tuhan adalah lebih utama untuk
dilakukan.
Setelah berhasil dinyatakan lolos exchange maka penting untuk mengetahui
bagaimana kehidupan di negara yang akan kita datangi. Kalau aku bisa katakan
mungkin aku beruntung karena sudah begitu mengenal Korea Selatan sejak duduk di
bangku SMPA. Iya aku tidak munafik dahulu pernah menjadi pecinta Korea Selatan
dengan dramanya sewaktu SMP, tergila-gila dengan actor dan actress nya sampai
berani bermimpi untuk pergi ke Korea Selatan suatu saat nanti ketika waktu itu
aku kelas satu SMP tahun 2007. Jika tidak salah ingat waktu itu aku ingin pergi
ke Korea Selatan untuk belajar menyanyi, tetapi ternyata sekarang aku datang
sebagai calon birokrat. Walaupun kemudian SMA insyaf dari jamaah pecinta Korea
Selatan, ternyata takdir sudah mengamini doaku sewaktu SMP dan sekarang aku
benar-benar sudah berada di Korea Selatan. Memang doa itu ter amini tetapi
bukan untuk belajar menyanyi seperti keinginan dahulu sewaktu SMP tetapi
ternyata belajar menjadi seorang birokrat dan politisi dimasa depan. Sekuat
apapun pengetahuan kita tentang negara tujuan tetap saja ada hal yang tidak
kita ketahui, dan itu beberapa kali aku temui. Satu-satunya jalan adalah
menampilkan kekuatan mental kita untuk bisa cepat beradaptasi dan menyesuaikan
diri untuk hidup di negara orang. Salah satu contoh kasus yang aku alami adalah
obsesi standar kecantikan orang Korea yang lebih tinggi dari yang bisa aku
bayangkan. Aku berangkat kes Korea Selatan dengan wajah cacat yang belum sempat
direkonstruksi, awalnya sudah berniat awal tahun 2015 cuma karena beberapa
agenda yang tidak bisa ditinggal untuk rehat akhirnya batal dan entah kapan bisa
merekonstruksi bekas jahitan di wajahku. Untung saja aku bermental baja, jadi
apapun orang katakan tentang aku dan wajahku aku tidak peduli. Karena memang
tujuanku kesini untuk dididik Tuhan menjadi calon public figure, untuk masalah wajah itu urusan yang kesekian karena
ada urusan lebih penting yang menantiku. Disini saja orang yang sangat jelek
jadi seperti Barbie, maka tidak sulit kalau hanya mengembalikan wajahku seperti
sebelum kecelakaan dan itu cuma soal waktu saja. Memang aku mengakui sebagai
manusia biasa yang punya perasaan aku juga terkadang marah jengkel dan sedih,
seharusnya wajahku punya struktur sempurna hanya saja karena kecelakaan itu
semua menjadi berbeda. Tetapi disinilah aku belajar memahami untuk mengetahui
apa sesungguhnya alasan Tuhan menciptakan wajahku dengan struktur sempurna
tetapi kemudian membuatnya menjadi cacat saat aku berumur 10 tahun. Pasti ada
alasan dibalik itu dan aku mulai bisa merasakan bahwa aku mulai tahu alasan
Tuhan. Jadi mental adalah hal yang utama dalam beradaptasi, jangan sampai kita
dikendalikan oleh perasaan di negara orang tetapi kitalah yang harus
mengendalikan perasaan.
Terakhir adalah refleksi tentang
apa saja yang sudah kita dapatkan di exchange
dan kepada siapa kita akan berbagi ilmunya. Sayang sekali bukan, jika kita hanya
menyimpan ilmu tersebut dan kemudian dibawa mati. Tentukan langkah selanjutnya
setelah exchange kita mau kemana,
kalau aku ingin kembali ke sini SNU untuk melanjutkan master dan mendapat
kesempatan memberangkatkan haji kedua orang tua melalui kuota negara ini. Targetkan
apa yang hendak kita capai berikutnya setelah kita berhasil mendapatkan exchange agar bisa mendapatkan manfaat
yang berkelanjutan tidak hanya berhenti setelah kembali dari exchange. Target
master dicanangkan karena memang untuk mengejar target menjadi dosen UGM
pastilah standar pendidikan masternya luar negeri. Memang tidak ada ketentuan
tertulis tetapi namanya kompetisi bukankah kita harus memiliki standar yang
tinggi untuk memenangkan pertempuran?. Belajar di luar negeri sangat penting
untuk calon birokrat dan politisi agar belajar bagaimana mengelola pemerintahan
secara bijak. Beruntung kita bisa mendapat exchange
di negara maju dan belajar bagaimana kehidupan di negara maju. Nantinya setelah
kembali ke tanah air diharapkan ilmu exchange
kita tidak hangus dan berguna bila kita tepat menentukan langkah. Langkah yang
tepat akan saling memudahkan semua urusan yang hendak kita lakukan. Untuk aku
sendiri sudah menentukan ranah politik, pariwisata dan pemerintahan akan
menjadi konsentrasi utama setelah kembali ke tanah air.
Komentar
Posting Komentar