A
Story of Cherry Blossom
Aku nyebut tulisan random ini dengan judul sebuah
cerita tentang Cherry Blossom. Ini adalah postingan pertama di tahun 2017,
padahal sudah memasuki bulan Mei. Padahal niatnya minimal seminggu nulis,
tetapi pada akhirnya hanya jadi sebuah mitos *gapapa yang penting aku-nya bukan
mitos. Ini akan menjadi tulisan kilas balik kenangan yang aku ga pengin lupain dari tahun 2015 dimana aku kunciku di namsan tower untuk
kemudian aku bisa datengin lagi. Sekarang 2017 dan hampir dua tahun sejak
keberangkatan pertama uwe ke negeri Ginseng. aku ingin menulis apa saja yang
hampir terlewat belum aku tulis, aku menyadari batas ingatanku tidak akan bisa
menampung semuanya. aku ingin semua kenangan tetap menjadi abadi lewat sebuah
tulisan, aku ingin tahu perasaan apa yang akan aku rasakan nanti berpuluh tahun
kemudian saat aku membacanya kembali.
Potongan cerita random pertama dimulai ketika awal tahun
2015 aku mecoret list impian menaiki kereta api gratis, bahkan langsung kelas
eksekutif dan bisnis. Indofood dan KSE memberikanku kesempatan untuk pelatihan
Leadership Camp di Cibodas. Habis itu aku menambah list dengan naik pesawat
gratis untuk pertama kalinya. Pada 3 September 2015 akhirnya aku dapat tiket
airasia yang bisa dikatakan gratis untuk perjalanan ke Incheon. Seorang Ananti Primadi akhirnya keluar dari
Yogyakarta menuju dunia luar yakni South Korea. Semenjak TK hingga usia 21
tahun ananti bersekolah dan kuliah di Yogyakarta, belum pernah keluar Pulau
Jawa dan paling jauh perjalanan hanya ditempuh ke Rembang, Jakarta, Bekasi, dan
Jatinangor, tidak lebih dari itu. Pada akhirnya setelah mengurus dan mengambil
visa dan berangkat lewat Bandara Soetta resmilah aku pergi keluar negeri.
Part 1 : Drama membuat Visa di Kedubes Korea
Sebelum beranjak keluar negara, aku kembali inget-inget gimana perjalanan pertamaku ke Jakarta sendirian untuk membuat visa di
Kedubes Korea. Waktu itu aku nyiapin segala syarat dari informasi yang aku dapat dari banyak sumber, sehingga rencana setelah sampai Jakarta pagi hari aku langsung memasukkan aplikasi visa dan mencari terminal untuk pulang ke Jogja
kembali. Uwe naik bus dari Jogja jam 14.00 dan berencana turun di Lebak Bulus,
perkiraanku sampai di Lebak Bulus esok hari subuh. Ternyata sampai di Lebak
Bulus bahkan belum adzan subuh, begitu turun rasa waspada tingkat dewa
menggelora di dada. Maklum, kejahatan merajalela bukan hanya soal merampok
harta tapi perdagangan manusia serta organ dalam, dan ini di Jakarta!. Setelah
memastikan tidak bisa naik busway aku pun langsung memutuskan untuk mencari
lokasi aman yakni masjid.
aku milih masjid karena selain tempat umum, sebentar
lagi pasti adzan subuh berkumandang jadi bisa sekalian istirahat sambil
menunggu pagi. Bertanya lokasi masjid pada penjual angkringan dan digoda kernet
sungguh membuat langkah kupercepat. Belum sampai di masjid adzan subuh berkumandang
sedikit membuatku lega. Sesampai di masjid aku baru nyadar ternyata kedua kakiku
sekitar mata kaki bengkak akibat tertekuk semalaman. Setelah mandi kilat dan
berganti pakaian aku sholat subuh sambil menunggu pagi. Sekitar pukul 06.00
pagi akhirnya aku siap-siap bergerilnya untuk menuju kedubes Korea di Jakarta.
Jadi ceritanya aku cuma ngandelin alamat dan
tanya-tanya sama orang, tapi diliat juga yang ditanya jangan sembarangan. Setelah
mastiin bus yang kutumpangi benar ke jalan depan Kedubes Korea, aku mulai naik
namun sayang bus sudah penuh. Namanya juga Jakarta, jam enam pagi sudah tidak
kebagian kursi hm nasib. Kutanyakan pada mbak-mbak kalau aku mau turun di
Kedubes Korea, sayangnya aku harus ganti bus. Tetapi Tuhan maha baik, mbak yang aku tanya turun di halte yang aku bisa transfer transjakarta tanpa bayar. Aku bilang jujur kalau bukan orang Jakarta dan ini kali keduaku kesana. Akhirnya aku transit dan ganti bus, sedangkan mbaknya setelah membantu turun. Halte tempatku
turun dari bus tidak serta merta langsung tepat di depan Kedubes Korea tapi
harus berjalan kaki lumayan. Sampailah ke gerbang Konsulat Duta Besar Korea.
Finally anak ndeso yang tidak pernah jauh-jauh keluar
Jogja nyampe di gerbang Kedubes Korea. Lagi senyum-senyum sendiri ingat
perjuangan tiba-tiba ada satpam keluar nanya “mau ngapain mbak?”, “eh anu pak
mau bikin visa”. Ternyata ke-dodol-an pertama telah terjadi, “kalau bikin
visanya di gedung sebelah mbak”, “oalah iya pak maaf ndak tahu”. Dalam hati aku pengin ngakak ngetawain diri sendiri sekaligus juga geli-geli malu. Kedubes
masih belum buka, akhirnya nanya pak satpam apakah ada kantin dan cusss
langsung sarapan di kantin belakang gedung. Ngobrol dengan bapak-bapak yang
juga mau ambil visa, dia mau datang ke wisuda S3 anaknya di Korea. Dalam Hati aku udah janji, nanti pokoknya
Ortuku juga walaupun ndeso pasti akan aku bawa ke wisuda di Korea buat
jenjang master, aamiin. Ke-ndeso-an mereka perlu aku tunjukkan ke dunia, bahwa
ke-ndeso-an mereka tidak menghalangi anaknya untuk bisa kuliah di Korea. Justru
menjadi kebanggaan bagi orang ndeso bisa mendapatkan kesempatan yang biasanya
hanya mampir pada mereka yang hidup di perkotaan yang maju.
Akhirnya
setelah acting pura-pura professional sudah pernah bikin visa, aku ikut antrian
yang mau bikin visa juga. Pintu kemudian dibuka sekitar satu jam kedatanganku
kesana. Antrian didapat dan kemudian dipanggil untuk memasukkan berkas-berkas
yang dipersyaratkan. Lega rasanya keluar dari gedung, bapak satpam juga cukup
membantu. Terkadang suka heran sama diri sendiri, apa benar di usia 21 aku bakalan memulai semuanya?pergi ke Korea Selatan sendirian padahal seumur hidup tidak
pernah sejarahku mencatat jauh dari Jogja?. Ya mungkin memang belum ada
kesempatan, tetapi sejujurnya perjalanan sendirian sudah kutempuh sejak usia 16 tahun mengikuti Jambore Karya Tunas Nusantara di Sumedang Jawa Barat. Pada
basicnya aku bukan anak yang menye-menye jadi ga terlalu sulit menyesuaikan
diri. Aku udah terbiasa mandiri dan mengurus semua sendirian sejak kecil, mendaftar
sekolah di SMA N 7 Yogyakarta yang notabene perkotaan juga kukerjakan sendirian
tanpa merempongkan keluarga.
Aku agak terlupa soal bus yang kunaiki tapi seingatku keluar dari kedubes sempat berjalan dan kemudian menunggu bus sambil ngobrol sama ibu-ibu tukang
sapu di jalan. Beliau bahkan berpesan agar aku waspada tingkat dewa karena di
terminal banyak sekali pencopet dan kriminalitas. Mungkin si ibu kasihan melihat
muka polos dan ndesoku yang keliahatan bukan orang Jakarta. Akhirnya aku naik
bus dan sampai ke terminal Pondok Ungu, sayangnya tidak ada bus yang pada jam
itu berangkat ke Jogja. Setelah masuk ke warung makan yang sepi namun strategis aku makan siang dan bertanya gimana aku bisa ke jogja, abang penjual di
warung menyarankanku untuk ke pemberhentian SA naik tuyul (omprengan). Akhirnya aku sampai ke pemberhentian bus SA dan menunggu lama karena pemberangkatan ke
Jogja sekitar pukul empat sore. Sayang sekali aku nulis sudah jeda dua tahun
jadi mungkin ada moment-moment konyol yang terlewatkan.
Part 2 : Berangkat Ke South
Korea Seorang Diri Padahal Belum Pernah Keluar Negeri Apalagi Naik Pesawat,
keluar Jogja aja Jarang.
(sstt rahasia ya tahun 2015
pertama kalinya aku naik pesawat)
Setelah
pembuatan visa yang banyak drama moment konyol mungkin terlewat, akan ada drama
lagi saat berangkat ke Korea melalui bandara Soetta. Visa belum ditangan, tapi
tiket pesawat sudah fix terbeli untuk keberangkatan tanggal 3 September 2015
pukul delapan-an malam detailnya sudah lupa. Perjalanan akan transit di KL selama
satu jam dari pukul 00.00-01.00. Aku berspekulasi, kalau visa tidak dikeluarkan
tanggal 3 ya-sudah bye bye Korea hahaha (tapi ternyata kemudian visa
dikeluarkan tanggal 31 Agustus 2015). Tanggal 2 September 2015 aku berangkat
dari Palbapang Bantul naik bus SA karena yang ada cuma itu paling dekat sama
rumah, juga kalau bus bisa apa-apa mendadak ga kaya pake kereta api yang kudu
pesen jauh-jauh hari buat perjalanan jauh. Berangkat siang pukul setengah dua
dengan asumsi sama sampai JKT pagi hari untuk ambil visa habis itu cus Soetta.
Seperti biasa, Ananti Primadi pandai kalau dandan gembel (Yaiyalah kan emang
hari-harinya juga ga pernah dandan orang yang dipake buat dandan g ada hahahah).
Pake training seperti biasa, kaos lengan panjang, krudung instan dan sepatu
plus tutupan pake masker. Kurang aman apalagi coba????????
Tetapi
kemudian kegembelan aku masih juga menarik perhatian kernet bus(ini adalah
kekampretan yang paling menyebalkan). Bukannya tugas malah tiba-tiba langsung
duduk di samping aku (karena emang aku kebetulan duduk sendiri no kursinya ga
ada temen). Bukan karena apa-apanya tapi kelakuannya yang bikin sebel,
bayangkan dari Jogja-Jakarta malah duduk di samping aku ngajak ngobrol inilah
itulah padahal posisi sudah capek binti kesel ngurus segala persiapan. Duduk
sepenake dewe, duduk seenaknya sendiri, aku mau tidur malah dimarah-marahi “kalau
diajak ngobrol tu jangan tidur”! bsstttt ngganggu banget. Habis itu maksa
minjem hp, dia nulis nomornya sendiri dan miscall hp nya tapi karena emang itu
hp cm buat internetan dan ga ada pulsa. aku bilang aja ya maaf pulsanya baru
aja habis, padahal dalam hati pret habis itu nomor tak buang kalau kuota habis.
Belum cukup ceramah sepanjang jalan, ketika mulai malam pada tidur kakinya
mulai gabisa dikondisikan, mulai geser-geser dan semakin memepet tempat dudukku.
Au
nyadar banget kalau dia sengaja dan kayaknya dia pikir aku udah tidur. aku mikir keras gimana caranya biar ini orang
ga semakin dekat. Karena aku sadar itu bahaya banget saat orang-orang tidur dia
bisa dengan mudah ngapa-ngapain, tapi kalau aku bereaksi frontal maka yang ada
tipe-tipe orang kaya gini pasti bakal lebih ga terkendali. Jangan sampai nanti
dia malah frontal dan mutilasi aku sambil nyandera orang se bus kan ga lucu dan
headline muncul di media massa “seorang mahasiswa UGM diturunkan di hutan …
gegara ribut sama kernet”amit-amit astaga. aku juga mikir kalau hidupku tergantung
sama sopir dan kernet, kalau aja aku di turunin daerah yang ga ada penduduk, ya
jelas gatau deh. aku kudu mikir cerdas dan cepat gimana, akhirnya aku dengan
seribu komat-kamit di hati sambil acting dah tidur kemudian angkat kedua kaki
di kursi sambil ngolet sambil megar-megarin kaki di kursi. Akhirnya dia geser
juga ambil hpnya sendiri. aku selalu ingat buat ga panik kalau menghadapi
berbagai situasi, karena kepanikan justru bakal membahayakan diri sendiri. Tetap
tenang sambil berfikir keras seperti waktu moment dikejar sama orang psiko
waktu pulang kuliah. *uwe mbatin dalam hati habis dari Korea aku harus belajar
beladiri titik ga pake koma.
Akhirnya
sampai juga aku diturunin di depan UIN Jakarta apa UNJ lupa ya yang Jakarta Selatan
deket rumah sahabat terbaik Pramita.
Dia yang nampung aku dari datang sampai akhirnya nemu bus ke jalan depan
komplek bank mandiri rumahnya dia. Thanks buat pramita dan keluarga yang udah welcome
banget nampung anak kampung yang kedampar di jalanan Jakarta demi lihat negeri
Ginseng. aku salah perhitungan karena dari rumah mita sekitar jam 1 an padahal
ini Jakarta buk bukan Jogja. Ada moment dimana busku kena macet dan itu bakal
lama, padahal aku harus sampai di bandara jam 5 sore. Akhirnya aku mutusin untuk turun dan nyari
ojek, karena belum instal gojek akhirnya aku nemu ojek konvensional yang aku tawar dapat 50 ribu ke kedubes(ternyata aku dapat murah ketika bilang ke mita
dari posisiku turun bus ke kedubes yang lumayan jauh). Bapaknya akhirnya karena
tak buru-buru ngepot juga, sampai kedubes jam 3 seperempat sambil lari-lari.
Habis itu nyari bus ke bandara naik limousine bus dengan deg-deg an karena
belum chek-in online.
Udah
sampai bandara turun di terminal 3 keberangkatan untuk airasia. Nyesel minta
ampun karena ga bawa makanan takut kelebihan muatan padahal ternyata sisa 3 kg.
Ditunjukin pintunya masuk chek in sama anak tetangga yang kebetulan kerja di
bandara alhamdulilah ya trimakasih. Sumpah disitu aja moment dimana aku malu
gara-gara nyecan passport di mesin chek in kurang ditekan jadinya enggak ke-detect
sampai 3 kali. Untung ga ada antrian cuma ada bapak-bapak baik yang akhirnya
bilang agak ditekan mbak dan akhirnya bisa, maklumlah ya pertama kalinya usia
21 naik pesawat sendirian keluar negeri pula dari kampung pula. Maka bersyukurlah
kalian anak-anak chaebol yang dari
sebelum orok aja udah sering keliling dunia ama nyokap bokap. Tapi ya aku jamin
rasanya pasti beda sama apa yang uku rasain wwkwkwk, antara malu tapi juga
gumun orang ndeso kaya aku akhirnya bisa!. Kalau kita percaya dan bekerja
keras, kita pasti bisa mewujudkan impian kita.
Akhirnya
masuk ke ruang tunggu sebelum keberangkatan. Sholat maghrib dan jamak isya
karena takut nanti gagap perbedaan waktunya. Awalnya sendirian tapi lama-lama
banyak juga, pertama ada rombongan dosen dari Unhas yang mau konferensi ke Malaysia,
dan ternyata setelah ngobrol-ngobrol beliau lulusan s2 sastra Inggris UGM wuah
alumni UGM dimana-mana -,-. Dan akhirnya ada Silva anak 2012 PDG UGM yang mau
konferensi ke KAIST event CISAK yang diadakan sama PPI di Korea. Sungguh maha
besar Allah dengan segala firmannya*loh malah tausiyah. Silvalah yang menjadi
savior ku selama penerbangan ke Incheon. Dia sih emang udah eksprettt pret pret
kemana-mana berbagai event internasional. Sedihnya sampe sekarang belum sempet
ketemu dan gentian traktir dia yang udah beliin teh tharik dua kali di Bandara
KL, Tunggu ya sil wait me. Kita akhirnya pisah di Incheon, dia ke KAIST dan aku buru-buru beli tiket Limousine ke Jeonju.
Sumpah,
waktu datang rasanya kek gini toh jetlag nyampe negara orang yang beda banget
sama negara sendiri. Teknologi keren, emak-emak fashionable, dan bus yang
datang tepat waktu “tepat banget malah”. Ini aku udah prediksi sih dari
berbagai kunjungan blog sampai cerita seorang kakak mahasiswa pas try out
SNMPTN di peternakan UGM dulu. Waktu itu inspirasi dari mbaknya membekas banget
direlung hatiku ceileh soalenya kita sama-sama dari kampung nan ndeso. Mbaknya
bisa kenapa aku enggak, tinggal aku mau apa enggak ngejar kesempatan itu. Akhirnya
setelah nanya-nanya bus mana yang akan kunaiki dan sesuai dengan tiket aku nunggu,
bus datang aku buru-buru masuk bus. Rasanya kek ya ampun aku yang anak kampung
ndeso kumel yan kecilnya suka umbelen item kusem akhirnya sampe di negeri orang
mau belajar. Lama juga dari Incheon ke
Joenju sampe melewati batas jam makan siang. Pemberhentian Limousine bus ada
dua di Jeonju satu di halte satunya di terminal. Uwe mau turun di halte tapi
dicegah sama ibu-ibu dikasih tahu kalau bukan disini. Akhirnya turun di
pemberhentian Jeonju kedua. Baru turun wedges udah jebol hashhhh, akhirnya
keluarin sepatu dari koper. Nyari taksi yang warna biru telur asin, karena ada
yang taxi elit itu pasti mehong ekekek.
Setelah bilang ke bapaknya kalau aku mau ke asrama
Universitas Chonbuk, aku diantar kesana. Dannnn taraaaaaa aku kedampar di
asrama yang ehem bakal mempertemukan aku sama winter awkwkwkwkw sayangnya belum
mempertemukan aku ame jodoh. Yaps aku pengin banget dari dulu ngerasain kaya
apa sih salju, dan Tuhan akhirnya mempertemukan aku dengan salju di penghujung
Desember 2015 sebagai hadiah ulangtahun.
To Be Continue……………………………………
Komentar
Posting Komentar